Selasa, 31 Mei 2011

Interaksi Tiga Pilar Menuju Lutim Agroindustri 2015




Salah satu prinsip penting kepemerintahan yang baik (good governance) yang tidak mungkin dihindari dalam pelaksanaan pada seluruh jenjang pemerintahan, termasuk di Kabupaten Luwu Timur, adalah demokratisasi. Hal ini berarti, bahwa kepemerintahan daerah ini tidak hanya menjadi urusan dan tanggungjawab aparatur pemerintah daerah, tetapi juga menjadi urusan dan tanggungjawab rakyat (masyarakat) dan kalangan dunia usaha (pengusaha) bersama seluruh kelembagaan yang menjadi representasinya.

            Demokratisasi yang menjadi inti gagasan gerakan reformasi di Indonesia, menawarkan adanya integritas tiga pilar (pemerintah daerah, masyarakat dan dunia usaha) yang akan menopang proses kepemerintahan agar berjalan dengan baik dan benar. Kesadaran kolektif semua pihak untuk saling berinteraksi, merupakan prasyarat utama pengelolaan pemerintahan dan pembangunan daerah, untuk seterusnya mengembangkan partisipasi terhadap proses yang sedang berlangsung.

            Tingkatan dan kualitas partisipasi pilar-pilar itu, sangat menentukan kokoh atau rapuhnya bangunan kepemerintahan daerah dalam menghadapi dinamika dan permasalahan kepemerintahan daerah. Itulah sebabnya, mengapa diperlukan penguatan tiga pilar untuk secara seimbang menopang bangunan kepemerintahan dan pembangunan daerah, agar dapat senantiasa berinteraksi dalam kapasitas yang seimbang.

            Ketidakseimbangan kapasitas antara tiga pilar, akan membawa problematika tersendiri terhadap proses dan hasil pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan, terutama dalam mengemban prinsip-prinsip chek and balances dengan segala variannya. Adanya pemerintah yang kuat sendiri dan tidak memiliki integritas, diyakini akan sangat potensial menghadirkan penyalahgunaan kekuasaan (abused of power). Posisi dunia usaha dan masyarakat yang lemah akan mengurangi peran dan partisipasi dua pilar ini terhadap proses pemerintahan dan pembangunan, dimana itu akan dapat dijadikan alasan pemerintah untuk memasuki ranah yang sesungguhnya tidak menjadi kewenangan, baik secara hukum maupun etika.

            Secara faktual, mungkin disebabkan usia Kabupaten Luwu Timur yang masih sangat muda, kecenderungan kekiniannya, memang masih memperlihatkan posisi pemerintah daerah yang sangat kuat, sehingga terasa sekali peran pilar pemerintah daerah ini menjadi satu-satunya pilar penopang yang jauh meninggalkan peran dan partisipasi dua pilar lainnya. Hal ini ditandai dengan kelembagaan pemerintah daerah yang sudah sedemikian lengkap dan telah memiliki kemampuan berperan yang lumayan baik, sementara dua pilar lainnya telah tercecer dengan kelembagaan dan peran seadanya, bahkan terkesan diada-adakan sebagai formalitas.



            Kondisi ini, tentu tidak sepenuhnya menjadi kesalahan pemerintah daerah, kecuali pada konteks tanggungjawab (responsibility) yang terasa masih kurang untuk memberi kesempatan dan ruang kepada pilar dunia usaha dan masyarakat untuk mengembangkan diri, agar menjadi kuat dan mampu memberi peranan yang seimbang. Padahal, dari segi kepentingan interaksi yang sehat dan dinamis antara tiga pilar itu, diperlukan peningkatan kapasitas dua pilar yang lainnya. 

            Untuk menjawab asumsi miring bahwa keadaan ini disebabkan oleh berkembangnya "politik pembiaran" demi kepentingan sesaat pihak-pihak tertentu untuk menjadi kuat sendiri, maka pemerintah daerah sudah saatnya mengembangkan tanggungjawabnya untuk memberi penguatan terhadap dunia usaha dan masyarakat, guna mewujudkan kondisi kerjasama yang seimbang dan bermartabat dalam mewujudkan bangunan kepemerintahan yang baik.


Roadmap Tapelakeju
           
            Pilihan terhadap agroindustri sebagai visi pembangunan daerah pada tahun 2015 mendatang, mengharuskan adanya roadmap (peta-jalan) yang mudah dibaca oleh semua pihak, serta dijadikan rujukan bagi tiga pilar (pemerintah daerah, dunia usaha dan masyarakat) guna mewujudkan semua itu. Peta-jalan seperti itu, niscaya akan memudahkan akuntabilitas melalui interaksi antara tiga pilar utama untuk menemukan solusi atas hambatan dan tantangan yang akan dihadapi dalam menyusuri peta-jalan itu.

Secara harfiah, roadmap dapat diartikan sebagai peta penentu atau penunjuk arah. Dalam konteks upaya pencapaian hasil suatu kegiatan, roadmap adalah sebuah dokumen rencana kerja rinci yang mengintegrasikan seluruh rencana dan pelaksanaan program serta kegiatan dalam rentang waktu tertentu.

Informasi lain yang minimal bisa dijelaskan dalam roadmap adalah tahapan atau aktivitas-aktivitas yang harus dilakukan untuk setiap program dan kegiatan, target capaian/hasil, pelaksana, penanggungjawab, dukungan yang dibutuhkan, dan anggaran yang diperlukan. Dalam pelaksanaan program dan kegiatan, roadmap dapat digunakan sebagai alat bantu dalam pengukuran pencapaian kinerja serta monitoring dan evaluasi.



            Sebagai dasar penyusunan peta-jalan menuju Agroindustri 2015, berdasarkan RPJMD Kabupaten Luwu Timur 2010-2015, dikenali 5 kelompok aktivitas yang terkait dengan itu, yakni: tanam, petik, olah, kemas dan jual yang disingkat dengan akronim "tapelakeju", dengan uraian interaktif tiga pilar yang saling berhubungan dan saling terkait dengan permasalahan agribisnis dan agroindustri yakni: Tanam, yaitu aktivitas penanaman komoditi yang laku terjual di pasaran oleh warga masyarakat petani dan nelayan, dengan fasilitasi, pengaturan, pendampingan dan bantuan pemberdayaan oleh pemerintah daerah dan juga dunia usaha; diteruskan dengan Petik, yaitu aktivitas pemetikan/panen atau tangkap komoditi yang teratur dan berkualitas oleh warga masyarakat petani dan nelayan, dengan fasilitasi, pendampingan dan bantuan pemberdayaan oleh pemerintah daerah dan dunia usaha.

            Begitupula dengan kegiatan Olah, yang terkait dengan pengolahan komoditi dari barang mentah menjadi barang jadi atau setengah jadi oleh warga masyarakat petani dan nelayan, untuk mendapatkan fasilitasi, pendampingan dan pemberdayaan dari pemerintah daerah dengan keterlibatan dunia usaha. Aktivitas Kemas, terkait dengan pengemasan komoditi hasil olahan dari warga masyarakat petani dan nelayan, untuk mendapatkan fasilitasi, pendampingan dan pemberdayaan dari pemerintah daerah dengan keterlibatan dunia usaha.  

            Kelompok aktivitas Jual,  terkait dengan pemasaran komoditi hasil olahan yang sudah dikemas dari warga masyarakat petani dan nelayan, untuk mendapatkan fasilitasi, pendampingan dan pemberdayaan dari pemerintah daerah dengan keterlibatan dunia usaha, untuk kemudian kembali merancang aktivitas tanam, sehingga membentuk sirkulasi kelompok aktivitas yang dinamis dan berkelanjutan.

            Dari roadmap tapelakeju tersebut, dapat dirancang ratusan kebijakan, program dan kegiatan yang kemudian dapat ditetapkan dan dilaksanakan dalam kerangka sinergitas tiga pilar yang saling memperkuat dalam menopang pencapaian tujuan menjadi kabupaten agroindustri pada tahun 2015. Dalam kaitan ini, pemerintah daerah akan dapat mewujudkan fungsi katalitasator dan pelayanannya dengan sebaik-baiknya; dunia usaha dapat mengembangkan usaha dengan mendapatkan profit; serta warga masyarakat petani dan nelayan mendapatkan benefit dan dampak yang besar bagi upaya menunjang kesejahteraannya.






Actionplan Menuju 2015

            Dari roadmap seperti itu, maka sudah barangtentu akan melahirkan action-plan (rencana tindak) yang realistis atau bisa dilaksanakan dengan keterlibatan tiga pilar pembangunan daerah. Sejauh mana persiapan tiga pilar ini, sangat terpulang pada pemahaman yang baik tentang arah pembangunan menuju kabupaten agroindustri tersebut, dimana hal itu terurai dalam roadmap (peta-jalan) tapelakeju.

            Secara faktual, hingga medio 2011 ini, jika ditinjau dari segi kelembagaan memang visi dan gagasan agroindustri ini masih hanya berputar-putar di sekitar aparatur pemerintahan dan para politisi, sementara di kalangan dunia usaha dan warga masyarakat petani/nelayan belum menunjukkan adanya indikasi pelembagaan yang gencar, sehubungan dengan  beberapa perangkat yang belum memadai dan belum dikembangkan sama sekali.

            Hal ini, dapat dilihat dengan belum terdapatnya kelembagaan dunia usaha yang secara representatif dapat memberikan pertimbangan ekonomis dalam pelaksanaan agroindustri di daerah ini. Begitu pula dengan kelembagaan masyarakat sipil (warga petani dan nelayan) yang dapat menyuarakan kepentingan ekonomi mereka dalam kaitan roadmap tapelakeju.

            Dengan demikian, pekerjaan rumah yang sangat mendesak dalam menentukan rencana aksi berupa penetapan batu penanda (milestone) yang harus dicapai dari tahun ke tahun, agar dapat dijadikan alat ukur tentang sejauhmana perjalanan panjang ini terealisasikan. Dari situ pula, dapat dilakukan aktivitas monitoring dan evaluasi, tentang mana yang belum dicapai dan mana yang sudah diselesaikan.

            Terlepas dari ketersediaan action-plan yang memadai seperti itu, rekomendasi RPJMD Luwu Timur 2010-2015 mengisyaratkan pentingnya penguatan kelembagaan pilar dunia usaha dan masyarakat sipil (petani dan nelayan) dalam proses mewujudkan roadmap tapelakeju. Seperti apa nasib KADINDA dan peran asosiasi dunia usaha, harusnya bisa dipastikan. Bagaimana kondisi nyata dan apa adanya tentang kelompok tani dan nelayan? Sebab, bagaimanapun, keseimbangan peranan tiga pilar sangat diperlukan dalam menyongsong pencapaian tujuan Luwu Timur sebagai Kabupaten Agroindustri. Sebelum melangkah memasuki tahun 2012, rasanya itu perlu dipastikan, sehingga tidak ada keraguan untuk bersinergi. Agar supaya pemerintah daerah tidak sibuk sendiri dengan slogan-slogan hampa.


--------------
Moch. Yayath Pangerang, Direktur Eksekutif NusaCelebesCenter.

Kolom Ventilasi: AH, TEORI



Orang bijak sering berkata: satukan kata dengan perbuatan. Pikiran dan tindakan, sejogyanya memang sejalan (on the track). Seringkali, pada tataran berfikir, semuanya masih bisa kompak. Bahasa lainnya, disitu ada kebersamaan, atau lebih menukik lagi,  kerap disebut dengan ungkapan "sehati". Ya, Sehati di Luwu Timur, misalnya. Artinya, kurang lebih: semua yang ada di daerah ini, mempunyai satu pandangan untuk membangun. Cara pandangnya, mungkin saja berbeda, tetapi arah dan fokus pandangnya menuju ke satu gambaran, yaitu masa depan yang lebih baik.

            Pada tataran seperti ini, yang bisa terdeteksi, atmosfir kekompakan cenderung dapat terkondisi dari banyak musabab, setidaknya bahwa semuanya telah memahami dengan baik tujuannya, sehingga seseorang tidak punya alasan untuk menolak kebersamaan dan kesehatian itu. Namun, sebagai antitesanya, mungkin juga karena ketidakpahaman yang parah, sehingga tidak memiliki bahan yang cukup untuk mendebat pandangan yang berkembang. Jadi, varian besarnya, pelaku bisa dikelompokkan menjadi dua kutub ekstrim: satu karena mengerti sekali, sementara yang lain sama sekali tak paham.

            Nah, begitu masuk pada tahapan bertindak, mulai ada yang berkelok-kelok, miring ke kiri atau ke kanan. Konfigurasinya, membentuk kurva tidak teratur yang seakan-akan tidak akan pernah sampai pada keseimbangan (equilibrium). Pertanyaannya, mengapa bisa begitu? Boleh jadi, itu disebabkan oleh besarnya tantangan yang dihadapi, sehingga mengharuskan pola tindak bergeser, dimana sedikit atau banyaknya diupayakan untuk tidak menyimpang atau teguh pada arah tujuan semula. Dalam konteks ini, maka pelakunya, masih bisa diguyur dengan kias penyemangat, misalnya: "Go, go, go ahead, tidak akan lahir pelaut ulung dari laut yang tenang, maka teruslah berjuang".

            Tetapi, ada pula fenomena yang berkata lain, terkait dengan mereka yang tergolong pada kutub yang tidak paham pada tujuan. Mereka ini, tampaknya gagap mengekspresikan diri. Nah, bertindak tanpa mengetahui arah, memang bisa fatal akibatnya. Bingung dan rasa frustrasi, akan selalu saja menghadang di hadapannya, ketika mereka ternyata tidak memiliki persiapan metodik dan kapasitas yang mumpuni. Alhasil, dengan mengandalkan tipudaya, orang seperti ini akan selalu mengumbar pragmatisme, memupuk sirik dan dengki, atau mungkin mencari kambing hitam, sebagai alasan pembenaran tindakan kontra-produktif mereka.


*****

            Tujuan mencapai "Kabupaten Agroindustri 2015", adalah sasaran pembangunan daerah Luwu Timur yang sudah terbakukan. Pelayaran ke arah itu, sudah disiapkan dengan penalaran yang logis dengan dukungan spirit "tak akan surut kembali ke pantai semula". Oleh karenanya, tidak diperlukan debat kusir berkepanjangan, tentang: kemana perahu akan dilayarkan? Karena, semua itu sudah ada di kepala masing-masing, mulai dari nakhoda, awak sampai penumpangnya. Memang, akan selalu diperlukan evaluasi berujung solusi, antara para awak yang bisa membuat para penumpang menjadi tenang dan selalu merasa yakin akan sampai pada pantai tujuan, meskipun setiap saat ada angin dan gelombang yang seakan-akan bisa memecahkan lambung, mematahkan kemudi, atau merobek layar.

            Menjelang milestone (batu penanda) bulan kesepuluh pelayaran ini, ternyata masih ada saja awak yang belum juga bisa melangkah dengan pasti pada alur yang sudah ditetapkan, padahal semua kelembagaan dengan tugas dan fungsi masing-masing telah terbagi habis. Mengingat banyaknya hal yang mesti dikerjakan -- bagi para awak -- jika betul-betul memahami tanggungjawabnya dengan baik dan benar, rasanya tidak akan punya waktu bergunjing tentang sesuatu yang tidak proporsional.

            Namun, di saat yang bersamaan, pada faktanya ada juga suara sumbang, bergumam tentang kemana bahtera ini akan dilayarkan. Bahkan, agroindustri pun, diam-diam masih diperdebatkan sejumlah kalangan tertentu, yang justru menjadikan suatu penanda di dahi mereka, tentang pengetahuan yang sangat tidak memadai tentang itu. Lagipula, masa untuk berdebat tentang itu, sudah lewat. Situasinya kini, sudah sampai pada titik dimana tidak ada jalan untuk kembali (the point of no return).

            Ungkapan yang berbunyi "ah, itu khan cuma teori" misalnya, justru menunjukkan pemahaman yang sangat keliru tentang substansi satunya kata dengan perbuatan. Bagaimana mungkin memisahkan antara teori dengan implementasi, jika kata sudah mewakili makna teori, dan tindakan mewakili makna implementasi dari pikiran? Teori memang harus sesuai dengan praktek atau fakta yang sebenarnya, serta menggunakan teori tanpa menyandingkannya dengan kenyataan, adalah masalah besar.

            Namun, sikap meremehkan teori, justru akan menegaskan perilaku yang tidak terpelajar, meskipun pelakunya menyandang gelar akademis yang lumayan tingginya. Jangan-jangan, orang semacam ini, hanya berusaha menutupi ketidak-mampuan atau kesalahan dirinya selama ini, serta lebih jauh mencoba membumi-hanguskan gambaran visi pelayaran bahtera Luwu Timur ke masa depan, untuk kepentingan tertentu. Who knows? Hati orang siapa tahu.

            Untuk yang seperti ini, rekomendasi terbaik dari para penumpang dalam bahtera Luwu Timur, atau rakyat seperti kami,  mungkin saja begini: "Maaf, anda tidak kompeten, lebih baik mundur saja, jangan ganggu kami berlayar ke pantai tujuan". Karena, hanya itu yang pantas dianugerahkan kepada mereka yang tidak satu kata dengan perbuatannya. Tetapi, boleh jadi, semua ini dianggap teori saja. Witz.

Malili, 26 Mei 2011

Moch. Yayath Pangerang, Pemerhati Masalah Pembangunan, tinggal di Malili.